BAB I : PENDAHULUAN
Gambar 1. Dangerous Good
LATAR BELAKANG
Berkembangnya industri penerbangan berimplikasi terhadap meningkatnya industri pengangkutan barang melalui udara termasuk pengangkutan barang berbahaya (dangerous goods). Secara umum, barang berbahaya adalah bahan atau zat yang berpotensi secara nyata membahayakan kesehatan, keselamatan atau harta milik saat diangkut dengan pesawat udara maupun dalam penyimpanannya. Barang berbahaya sangat peka terhadap suhu udara, tekanan dan getaran yang dapat mengganggu serta membahayakan keselamatan penerbangan serta dapat merusakkan peralatan pengangkutan.
Oleh karena itu perlu penanganan khusus dalam pengangkutan agar senyawa ataupun kandungan dari barang/bahan tersebut tidak membahayakan penerbangan. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan maka pemerintah membuat suatu aturan baku yang mengatur bagaimana cara pengangkutan dan perlakuan terhadap barang berbahaya tersebut. Namun sangat disayangkan informasi tentang kategori barang berbahaya dan bagaimana cara penanganannya masih minim.
Transportasi dengan menggunakan moda pesawat udara lebih menguntungkan dibandingkan dengan menggunakan moda transportasi di jalan dengan menggunakan mobil, kereta api maupun laut dengan menggunakan kapal laut karena transportasi udara menggunakan kecepatan yang lebih cepat, nyaman dan dapat menjangkau daerah tujuan yang jauh tanpa hambatan atau kemacetan seperti perjalanan dengan menggunakan moda transportasi jalan. Apalagi transportasi udara dengan menggunakan pesawat udara yang tarifnya relatif terjangkau bagi masyarakat banyak sejak tahun 2000 sampai sekarang.
Namun demikian, para penumpang pesawat udara harus memperhatikan masalah keamanan dan keselamatan penerbangan yang sangat penting di dalam penerbangan, karena itu masalah keamanan dan keselamatan menjadi perhatian utama bagi penyelenggara penerbangan baik bagi pabrikan, regulator dan perusahaan penerbangan.
Kemajuan teknologi transportasi dewasa ini sangat mempengaruhi pola pergerakan manusia dan barang. Tingginya animo masyarakat untuk menggunakan jasa angkutan udara perlu diimbangi dengan memperhatikan faktor keamanan untuk keselamatan penumpang dan barang bawaan.
Gambar 2. Forbiden in Aircraft
1.2 DEFINISI CARGO & DANGEROUS GOOD
1.2.1 CARGO
Menurut Suharto Abdul Majid & Eko Probo D. Warpani (2009:95) cargo adalah ”Semua barang yang dikirim melalui udara (pesawat terbang), laut (kapal) atau darat (truk kontainer) untuk diperdagangkan, baik antar wilayah atau kota di dalam negeri (domestik) maupun antar negara (internasional) yang dikenal dengan istilah ekspor-impor.”
Gambar 3. Transportasi Cargo
Apapun jenisnya, semua barang kiriman kecuali benda–benda pos dan bagasi penumpang, baik yang diperdagangkan (ekspor-impor) maupun untuk keperluan lainnya (non komersial) dikategorikan sebagai cargo.
Pengertian cargo menurut IATA (2005:50) adalah Semua barang yang diangkut atau yang akan diangkut dengan pesawat udara dengan menggunakan Airwaybill / SMU tetapi tidak termasuk pos atau barang lain yang dimuat dalam perjanjian konvensi pos internasional dan bagasi yang disertai tiket penumpang atau check baggage.
Ada pihak utama yang terkait dengan pengiriman cargo, yaitu pihak pengirim (shipper), dan penerima (consignee), pihak pengangkut, dan pihak ground handling dan warehouse operator. Shipper bisa berupa perorangan, badan usaha, dilakukan secara langsung tanpa perantara, atau melalui jasa ekspedisi pengiriman barang yang dikenal dengan istilah freight forwarder atau ekspedisi muatan kapal laut atau ekspedisi muatan pesawat udara.
Beberapa contoh perusahaan kelas dunia yang sudah mengklaim diri menerapkan konsep total logistic service antara lain Fedex, TNT, DHL, UPS, dan lain-lain. Untuk domestic ada Fin Logistic, MSA cargo, TIKI,TIKI JNE, Lion Parcel, J & T Express dan Republix Express (Repex Airlines). Sedangkan carrier bisa berupa cargo sales agent, cargo sales airline, airline/air charter yang juga berfungsi sebagai pengangkut cargo.
Pada saat ini dunia penerbangan terbagi menjadi dua bagian :
Penerbangan untuk penumpang (passenger aircraft / mixed aircraft) yaitu pesawat yang khusus untuk mengangkut penumpang, bagasi dan cargo (surat dan dokumen).
Penerbangan khusus cargo (cargo aircraft / freighter) yaitu pesawat yang khusus untuk mengangkut cargo saja.
Cargo melalui udara adalah barang yang dikirim tanpa disertai oleh penumpang. Pengiriman bisa melalui maskapai penerbangan ataupun agen cargo (freight forwarder). Kemasan yang dilakukan melalui laut disebut container dan kemasan melalui udara disebut pallet.
Dokumen yang diperlukan dalam pengiriman barang/cargo ini ada dua :
1. SMU (Surat Muatan Udara) khusus untuk penerbangan domestic
2. AWB (Air Way Bill) khusus untuk penerbangan internasional.
Proses pengiriman cargo dapat langsung menghubungi perusahaan penerbangan sebagai pengangkut melalui agen cargo untuk mengurus pengiriman barang. Setelah persyaratan dipenuhi, pengirim akan mendapatkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan tujuan pengiriman barang. Setelah itu dilakukan reservasi cargo melalui “booking procedure”. Sebelumnya barang dicheck oleh pihak pabean/ bea-cukai (Custom), apakah barang tersebut layak untuk dikirim, dalam arti tidak menyalahi peraturan kepabeanan. Setelah reservasi cargo, barang tersebut akan disimpan di dalam gudang untuk menunggu pengiriman sesuai dengan Cargo Reservation.
Gambar 4. Contoh umum Flowchart pengiriman cargo
1.2.2 GENERAL PHILOSHOPHY & REGULATION DANGEROUS GOOD (DG)
Jika sementara ini faktor manusia berpotensi dalam terjadinya kecelakaan pesawat, maka kemungkinan barang berbahaya pun dapat membahayakan keselamatan penumpang apabila barang tersebut tidak diwaspadai dengan cermat.
Suatu barang yang dikategorikan barang berbahaya yang akan dimuat di pesawat udara, sengaja atau tidak sengaja dimungkinkan akan mencelakakan manusia dan dapat merusak benda lain apabila barang tersebut meledak atau terbakar.
Walaupun sudah ada referensi atau buku-buku yang menyangkut barang berbahaya (dalam pembahasan disingkat dengan BB) namun sosialisasi BB belum menjangkau masyarakat umum atau perusahaan penerbangan itu sendiri.
Menurut Asosiasi Angkutan Udara International (IATA) dalam buku Peraturan Barang Berbahaya (Dangerous Goods Regulation) dan Annex 18 tentang The Safe Transport of Dangerous Goods by Air, bahwa Barang Berbahaya didefinisikan sebagai berikut :
Bahwa suatu barang berbahaya adalah bahan atau zat yang berpotensi dapat membahayakan secara nyata terhadap kesehatan, keselamatan atau harta milik, apabila diangkut dengan pesawat udara. Bahaya yang ditimbulkan akan berakibat pada keselamatan.
Pada dasarnya barang berbahaya dapat diangkut dengan pesawat udara, namun harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan yang berlaku, termasuk aturan kemasan dan cara pengemasannya, pemberian label serta penyimpanan dan permuatannya.
Barang berbahaya sebagai kargo dapat diangkut dengan pesawat udara dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu :
Kelompok A adalah barang-barang berbahaya yang dapat diangkut dengan pesawat udara penumpang atau dengan pesawat udara kargo.
Kelompok B adalah barang-barang berbahaya yang dapat diangkut dengan pesawat udara kargo saja.
Kelompok C adalah barang-barang berbahaya yang tidak boleh diangkut dengan pesawat udara.
Pengelompokan ini didasarkan pada ciri-ciri atau jenis barang berbahaya ataupun jumlah yang akan diangkut dengan pesawat udara yang didasarkan pada IATA DG Regulation.
Kategori Barang-Barang Berbahaya Angkutan barang atau bahan yang dilarang diangkut karena akibat yang ditimbulkan dapat membahayakan keselamatan penerbangan dibagi dalam 4 (empat) kategori antara lain :
Explosive (Bahan Peledak)
Weapons (Senjata)
Dangerous Goods (Barang Berbahaya)
Dangerous Article (Yang dapat membahayakan)
Contoh : Gunting, Obeng, Cutter, silet dan lain-lain.
Sesuai dengan dasar pengelompokan kategori Dangerous Goods / barang berbahaya tersebut diatas, maka barang berbahaya sebagai cargo udara dapat dibagi dalam empat kategori yaitu :
Barang berbahaya yang dapat diterima untuk diangkut dengan pesawat udara (excepted from the provision of the regulation) antara lain :
Dangerous Goods carried by passengers or crew
Dangerous Goods Air Mail
Dangerous Goods of the operator
For or sale : Aerosol, Alkohol Beverage, Parfum
Air Worthines & op. Requirement : Live Rest, Portable Firex, Flare Gun
Dangerous Goods in excepted quantities.
Barang berbahaya yang terlarang diangkut dengan pesawat udara karena keadaannya
(forbidden for transport).
Barang berbahaya yang terlarang diangkut dengan pesawat udara, kecuali kalau dibebaskan oleh negara yang bersangkutan (Forbidden for transfort unles exemted by state).
Barang berbahaya yang dikecualikan dari IATA DGR (acceptable for transport).
Pengirim harus memastikan bahwa barang yang berbahaya tersebut tidak dilarang untuk diangkut sesuai dengan DGR, baik itu wadah, kuantitas/jumlah, tanda/label, kelengkapan dokumen yang diperlukan.
Gambar 5. Lambang kategori Dangerous Good
1.3 JENIS-JENIS CARGO
IATA Air Cargo Regulation (Ref: IATA AHM dan IATA DGR serta IATA TACT Rules) mengelompokkan beberapa jenis kargo ke dalam dua golongan besar, yaitu :
General cargo
adalah kargo atau barang yang pada umumnya memiliki sifat yang tidak membahayakan, tidak mudah rusak, busuk atau mati, barang yang tidak memerlukan penanganan khusus, persyaratan pengangkutan memenuhi ketentuan yang berlaku, serta ukuran dan beratnya dapat ditampung kedalam ruangan (Compartment) pesawat udara, sehingga barang-barang tersebut dapat diberangkatkan seperti garmen, spare part, elektronik, dll.
Gambar 6. General Cargo
Special Cargo
adalah kargo atau barang-barang yang memerlukan penanganan khusus baik
dalam penerimaan, penyampaian, atau pengangkutan, seperti :
Live Animal ( AVI )
adalah hewan-hewan hidup yang dikirim melalui pesawat udara seperti anak ayam, kuda, kambing, ikan dll.
Human Remain ( HUM )
adalah mayat manusia. HUM, yang dibagi menjadi dua yaitu :
Uncremated in coffin adalah mayat yang masih berbentuk jasad yang diangkut dengan menggunakan peti jenazah.
Cremated yaitu jenazah yang sudah berupa abu ( ashes ) dan biasanya dikirim dengan menggunakan kotak guci atau kotak kayu.
Perishable goods ( PER )
adalah barang - barang yang mudah sekali rusak, hancur, atau busuk, seperti buah-buahan, sayuran, daging, bunga, ikan dan bibit tanaman.
Valuable goods ( VAL )
adalah barang-barang yang memiliki nilai yang tinggi atau barang-barang berharga seperti emas, intan, berlian, cek, platina, dll.
Strongly smelling goods
yaitu barang yang memiliki bau yang sangat menyengat seperti durian, minyak wangi, minyak kayu putih.
Live Human Organ ( LHO )
adalah barang - barang yang berupa organ tubuh manusia yang masih berfungsi seperti bola mata, ginjal, hati.
Diplomatic Pouch (DIP)
yaitu barang-barang kiriman diplomatik.
Barang-barang yang termasuk dalam sembilan kelas DG
yaitu barang-barang yang dikalsifikasikan oleh IATA sebagai barang atau bahan berbahaya.
Gambar 7. Special Cargo
1.4 DASAR HUKUM DANGEROUS GOOD
Dasar hukum pengaturan transportasi bahan dan/atau barang berbahaya (DG) dapat ditemui pada tataran internasional maupun nasional, seperti dibawah ini.
1.4.1 HUKUM INTERNASIONAL
Pada tatanan internasional, dasar hukum transportasi bahan dan/atau barang berbahaya terdapat dalam Annex 18 “The Safe Transport of Dangerous Good By Air” dimana pada Annex 18 menentukan standar yang luas serta rekomendasi yang praktis dan aman didalam pengiriman bahan dan/atau barang berbahaya. Annex 18 ini juga mengikat negara peserta untuk mengikuti ketentuan petunjuk teknis yang berisi banyak instruksi secara rinci tentang penanganan dangerous cargo. Penanganan ini harus selalu update dimana seiring dengan perkembangan bahan kimia dan industri kemasan manufaktur dengan penggunaan petunjuk teknis yang selalu di revisi dan diterbitkan secara berkala sesuai dengan kemajuan teknologi.
Pengembangan dari ICAO Annex 18 adalah dikeluarkannya ICAO Document dengan nomor 9284-AN/905 tentang “Technical Instruction for the Safe Transport of Dangerous Good By Air” dan ICAO Document dengan nomor 9481-AN928 tentang “Emergency Response Guidence for Aicraft Incidents Involving Dangerous Good”.
Gambar 8. ICAO Annex 18 dan Pengembangannya
Persyaratan ICAO yang pertama didalam penanganan barang berbahaya adalah mengidentifikasi daftar zat-zat berbahaya untuk dibawa dan diangkut dengan aman dalam segala kondisi.
ICAO mengakui segala jenis pengangkutan cargo dan telah mengambil langkah-langkah atau prosedur yang aman didalam pengangkutan bahan dan/atau barang berbahaya tersebut. Ini di adopsi dari Annex 18 yang terkait dengan documen petunjuk teknis (Technical Instruction) dari pengangkutan bahan dan/atau barang berbahaya dengan udara.
Annex 18 dan Technical Instruction (Petunjuk Teknis) mulai berlaku secara efektif pada 1 januari 1983 dan di aplikasikan penerapannya pada 1 januari 1984 ketika semua negara peserta ICAO diharapkan untuk mengikuti semua persyaratan dan memberikan mereka legislative recognition (pengakuan yang legislatife).
1.4.2 HUKUM NASIONAL
Pada tataran nasional, aturan/regulasi bahan dan/atau barang berbahaya terdapat dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang penerbangan, begitu juga norma-norma hukum lainnya yang sangat menjanjikan pertumbuhan transportasi udara nasional. Sepanjang mengenai pengangkutan bahan dan/atau barang berbahaya (dangerous good) yang diatur dalam pasal 136 sampai dengan pasal 139 UU no 1 Tahun 2009 tentang penerbangan dengan judul barang khusus dan berbahaya.
Berdasarkan Undang-Undang No 1 tahun 2009 tersebut, menteri perhubungan bertanggung jawab melakukan salah satunya pemuatan dan/atau pembongkaran bahan dan/atau barang berbahaya, karena itu sebagai implementasinya telah dikeluarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 14 tahun 1989 tentang Penertiban Penumpang, Barang dan Cargo yang Diangkut Pesawat Udara, yang ditindak lanjuti dengan keputusan Direktorat Jendral Perhubungan Udara Nomor SKEP/40/II/1995 tentang Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 14 tahun 1989, dimana salah satunya mengatur bahan dan/atau barang berbahaya.
Di samping Keputusan Direktorat Jendral Perhubungan Udara Nomor SKEP/40/II/1995, sebagai tindak lanjut telah dikeluarkan Keputusan Direktorat Jendral Perhubungan Udara Nomor SKEP/12/I/1995, yang salah satunya mengatur fasilitas screening penumpang dan barang, dan juga Keputusan Direktorat Jendral Perhubungan Udara Nomor SKEP/100/VII/2003 yang mengatur salah satunya senjata api beserta peluru, serta Keputusan Direktorat Jendral Perhubungan Udara Nomor SKEP/252/XII/2005 yang mengatur salah satunya tentang tanggung jawab, dan Keputusan Direktorat Jendral Perhubungan Udara Nomor SKEP/275/III/1998 yang mengatur salah satunya Persyaratan Pengangkutan Bahan dan/atau Barang Berbahaya, Persyaratan Penempatannya didalam pesawat, Persyaratan Penyimpanannya di Gudang Bandar Udara.
Gambar 9. HukumNasional secara garis besar
BAB II
KLASIFIKASI DAN KEMASAN DANGEROUS GOOD
Dalam transportasi udara, terdapat berbagai bahan dan/atau barang berbahaya, ada yang sangat membahayakan bilamana diangkut dengan pesawat udara dan ada pula yang bisa diangkut oleh pesawat udara cargo saja dan ada pula yang bisa diangkut oleh pesawat udara penumpang dengan cargo dengan persyaratan tertentu.
2.1 KLASIFIKASI DANGEROUS GOOD BAGI PENERBANGAN
Gambar 10. Lambang Dangerous Good IATA / ICAO
Berdasarkan IATA (Internastional Air Transport Association) barang atau bahan berbahaya dapat diklasifikasikan menjadi 9 kelas beserta divisinya dan masing-masing diberi kode tertentu sebagai berikut:
Class 1 : Bahan Peledak (Explosives)
Yaitu bahan atau zat yang dapat meledak apabila terkena api atau panas.
Gambar 11. DG Class 1: Bahan Peledak (Explosives)
Bahan peledak ini terdiri dari 6 divisi yaitu :
Barang berbahaya yang mempunyai bahaya ledakan tinggi/mass explosion hazard (REX).
Barang berbahaya yang mempunyai bahaya proyeksi tinggi (suara keras)/mass projection hazard (REX).
Barang berbahaya yang mempunyai bahaya hembusan (ledakan) kecil/monitor blast hazard (RCX dan RGX).
Barang berbahaya yang tidak menimbulkan bahaya berarti/no significant hazard (REX). Khususnya untuk divisi 4 terdiri dari 6 group yaitu dengan kode IMP (Interline Message Procedures) adalah RXB, RXC, RXD, RXE, RXG dan RXS.
Barang berbahaya yang mempunyai bahaya ledakan tinggi yang insentive/an insentive mass explosion hazard (REX)
Barang berbahaya yang mempunyai bahaya yang tidak mengakibatkan bahaya ledakan dasyat/minor mass explosion hazard (REX).
Contoh : Petasan, Kembang Api, Peluru
Catatan : Peluru dapat dibawa penumpang dengan ukuran 9 mm/0,45” maksimum 12 pes/org sebagai cargo
Class 2 : Bahan Gas (Gases)
yaitu bahan gas yang dapat mengeluarkan asap dan dapat menyala oleh bunga api atau api.
Gambar 12. DG Class 2 : Bahan Gas
Gas ini terdiri dari 3 Divisi yaitu :
Flamable Gas yaitu gas yang mudah terbakar (RFG)
Non Flamabe Gas (RNG), Non Toxic Gas (RCL), gas-gas ini mempunyai reaksi keras terhadap 02 (udara).
Contoh : Karbon Dioksida, Fire Extinguisher
Toxic Gas atau Gas Beracun (RPG)
contoh : Aerosol.
Class 3 : Cairan yang mudah terbakar (Flamable Liquids / RFL)
yaitu cairan dengan titik nyala di bawah 60,5°. dibawah suhu tersebut cairan dapat mengeluarkan asap yang mudah terbakar. Kelas 3 ini tidak mempunyai divisi.
Contoh : Cat, Alkohol.
Gambar 13. DG Class 3 : Flamable Liquid
Class 4 : Bahan padat yang mudah terbakar (Flamable Solids)
yaitu cairan padat yang dapat menimbulkan api melalui gesekan.
Gambar 14. DG Class 4 : Flamable Solids
Class ini mempunyai 3 (tiga) divisi yaitu :
Flamabel solid/zat padat yang mudah terbakar.
Contoh : Korek api
Spontaneous Combustible, yaitu zat yang kalau beraksi dengan udara dapat terbakar dengan sendirinya (RSC).
Contoh Phospor
Dangerous when wet (bahaya apabila basah). Zat ini akan mudah terbakar atau mengeluarkan gas apabila bercampur dengan air (RFW).
Contoh : Kalsium Karbid
Class 5 : Oxidizing Substances and Organic Peroxide
yaitu Zat yang beroksidasi dan zat organik terpencar.
Gambar 15. DG Class 5 : Oxidizing Substances and Organic Peroxide
Class ini terdiri dari 2 divisi, yaitu :
Oxidizing Substances (ROX), yaitu zat-zat yang mudah menghasilkan 02, zat ini membantu timbulnya pembakaran atau api dengan mudah.
Contoh : Kalsium Klorat.
Organic Peroxides (ROP), yaitu zat padat atau cair yang mudah terbakar dan dapat menimbulkan api apabila terjadi gesekan atau pengisapan uap lembab atau reaksi kimia.
Class 6 : Toxic (Poisonous) Substances
Yaitu yaitu bahan atau zat racun dan infections substances atau zat menular.
Gambar 16. DG Class 6 : Toxic (Poisonous)
Class ini terjadi dari 2 divisi yaitu:
Toxic (Poison) substances (RPB), yaitu zat yang menyebabkan kematian apabila dihirup atau ditelan atau disentuh dengan kulit bisa luka atau membahayakan kesehatan.
Contoh : Pestisida
Infections substances (RIS), yaitu zat yang mengundang micro organisme hidup termasuk bakteri, virus, jamur dan lain-lain yang menyebabkan penyakit pada manusia atau hewan. Contoh : Hepatitis, Rabies, HIV
Class 7 : Bahan Radioaktif
yaitu bahan yang mengeluarkan sinar radiasi yang berbahaya bagi manusia, binatang dan barang. Sinar tersebut tak dapat dilihat dan hanya dapat dikontrol dengan alat yang Geiger.
Gambar 17. DG Class 7 : Radioactive
Bahan ini terdiri dari 3 kategori. Masing-masing memiliki tingkat radiasi yang berbeda-beda, sebagai berikut :
Kategori I Radioaktif (RRW). Zat ini memiliki tingkat radiasi rendah dan yang kurang dapat diukur, sehingga tidak memiliki nomor indeks transport (transport index atau T.I). Bahan ini diberi label putih dengan 1 (satu) Garis merah
Contoh : Kobalt 60
Kategori II Bahan atau zat yang memiliki tingkat radiasi lebih tinggi dari kategori 1 dengan nomor indeks transport tidak lebih dari 1. zat ini diberi label berwarna kuning pada kemasan dengan 2 (dua) garis merah.
Kategori III . Zat ini memiliki tingkat radiasi lebih tinggi dari pada kategori II dan memiliki indeks transport 1,0 dan tidak melebihi 10 per kemasan. Zat ini diberi label kuning dengan 3 (tiga) garis merah.
Class 8 : Corrosive Materials (RCM)/Bahan bersifat menimbulkan Karat.
Bahan ini bentuknya cair atau padat yang dapat menyebabkan kerusakan pada kulit jika disentuh. Kalau berasap sangat berbahaya jika dihirup dan dapat menyebabkan iritasi pada mata, dapat merusak logam (struktur pesawat) atau merusak barang atau kargo. Kelas ini tidak mempunyai divisi.
Contoh : Mercury
Gambar 18. DG Class 8 : Corrosive Materials (RCM)
Class 9 : Miscellaneous Dangerous Goods (barang berbahaya lain).
Barang atau benda-benda lainnya yang dianggap dapat membahayakan namun tidak termasuk dalam 8 (delapan) kelas tersebut di atas. Kemungkinan dapat menimbulkan bahaya terhadap manusia (petugas), pesawat apabila tidak ditangani dengan baik.
Gambar 19. DG Class 9 : Miscellaneous Dangerous Goods
Barang berbahaya lain ini dibagi menjadi 4 bagian yaitu:
Class 9 (RMD) : Miscellaneous dangerous Goods/BB Lain.
Seperti : Engine Internal Combustion
Class 9 (RSB) : Polymeric beads
Class 9 (ICE) : Karbon Dioksida atau Dry Ice
Class 9 (MAG) : Bahan yang mengandung magnet, bila pada jarak 4,6 M dapat menimbulkan efek > 0,418 A/M atau pada kompas jarum tertarik s.d 2°.
Untuk lebih jelasnya, kelas dan divisi dari barang berbahaya tersebut sebagaimana terlihat pada Gambar berikut :
Gambar 20. Label Barang Berbahaya
Kesembilan kelas tersebut harus mendapat perlakuan khusus apabila akan diangkut dengan pesawat udara. Terkadang kita tidak sadar telah membawa barang-barang yang termasuk dalam DG tersebut ke dalam kabin pesawat, yang tentunya masih dalam batas kewajaran seperti contoh :
Korek api gas (DG kls II).
Parfum beralkohol / Ethanol.
Minuman Beralkohol (DG kls III).
Areosol dalam batas max 500ml (DG kls II).
Baterai mengandung Alkali (DG kls VIII).
Kamper, Korek Kayu (DG kls IV).
Laptop ataupun peralatan elektronik pun apabila dalam jumlah besar masuk dalam kategori (DG kls IX).
Contoh tersebut hanya sebagian kecil dari DG dan bisa di bawa ke kabin atau bagasi pesawat dalam batasan batasan tertentu.Apabila dalam jumlah besar acuan kepada aturan tersebut, apabila bisa diangkut harus melalui pesawat kargo.
Pada dasarnya barang berbahaya dapat diangkut dengan pesawat udara, namun harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan yang berlaku, termasuk aturan kemasan dan cara pengemasannya, pemberian label serta penyimpanan dan pemuatannya.
2.2 KEMASAN DANGEROUS GOOD
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa dalam pengangkutan barang berbahaya harus memenuhi persyaratan internasional. Di Indonesia untuk peraturan pengangkutan barang berbahaya telah dikeluakan oleh departemen Perhubungan berupa Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/275/XII/1998 tentang Pengangkutan Bahan dan/atau Barang Berbahaya dengan Pesawat Udara.
Seandainya pengemasan barang berbahaya tidak sesuai dengan regulasi maka akan terjadi permasalahan serius saat pengangkutan dan saat mendarat di bandara tujuan. Misalnya di bandara tujuan barang berbahaya tersebut harus dilakukan pengemasan ulang atau dikirim kembali ke negara asal. Hal ini berarti pengirim/eksportir harus mengeluarkan biaya tambahan yang sangat besar.
Gambar 21. Contoh kemasan Dangerous Good
Klasifikasi Kemasan untuk Dangerous Goods
Kemasan diklasifikasikan menjadi 3 grup berdasarkan tingkat bahayanya yaitu :
kemasan grup I untuk tingkat bahaya tinggi.
kemasan grup II dengan tingat bahaya sedang.
kemasan grup III untuk tingkat bahaya rendah.
2.3 ARTI SIMBOL PADA KEMASAN
Cukup banyak simbol-simbol yang tertera di kotak kemasan kardus atau kotak kemasan kayu pada bagian luarnya. Masing-masing simbol mengandung arti yang harus di ikuti oleh siapa saja yang menyimpan dan membawa kotak kemasan tersebut. Hal ini tentu dimaksudkan agar produk yang ada dalam kotak tersebut tidak rusak selama disimpan di gudang/toko dan selama pendistribusian, dan simbol-simbol tersebut biasanya disebut packaging symbols atau cargo symbols.
Gambar 22. Simbol pada Kemasan
Berikut sebagian simbol kemasan :
Keep Dry
Simbol ini dimaksudkan kotak tersebut dijaga agar tetap kering, jangan kena hujan dan jangan disimpan di tempat yang basah. Simbol ini biasa ditemukan pada kotak yang jika terkena hujan atau basah maka produk didalamnya bisa rusak. Simbol ini biasa terdapat pada kotak kardus kemasan barang-barang eloktronik dan makanan.
Gambar 23. Simbol Keep Dry
Fragile
Simbol ini sebagai peringatan bahwa barang yang ada di dalam kotak bisa rusak atau pecah bila terjatuh atau jika tidak di handle dengan hati-hati. Fragile sendiri berarti rapuh atau rentan, gampang pecah. Biasanya simbol ini tertera pada kotak kemasan barang elektronik atau barang pecah belah.
Gambar 24. Simbol Fragile
Handle With Care
Simbol dengan dua tangan ini adalah simbol kehati-hatian. Sama halnya denga fragile, simbol ini mengingatkan kita agar selalu berhati-hati saat meng handle kotak tersebut. Bila tidak hati-hati, misalkan terjatuh maka isi kotak tersebut bisa rusak. Biasanya kalau sudah ada simbol handle with care, maka simbol fragile tidak tertera lagi, atau sebaliknya.
Gambar 25. Simbol Handle With Care
Top
Simbol ini menunjukkan posisi atau kedudukan kotak. Saat penyimpanan di toko atau di gudang harus mengikuti simbol ini. Arah panah menunjukkan bagian atas kotak demikian juga barang yang ada di dalamnya, sehingga akan memudahkan kita saat akan membuka kotak tersebut.
Simbol posisi ini harus tetap dilaksanakan saat meng-handle kotak tersebut, dikhawatirkan barang yang di dalam kotak bisa juga rusak karena penyimpanan atau saat membawanya terbalik.
Sebagai contoh barang elektronik seperti lemari es, bisa mengakibatkan kerusakan saat menyimpan atau membawanya terbalik.
Gambar 26. Simbol Top
Maximum Stack
Simbol ini menunjukkan jumlah maksimum tumpukan yang diperbolehkan saat penyimpanan atau saat pengakutan. Dengan demikian kalau tumpukan melebihi dari jumlah yang ditentukan atau tertera di simbol tersebut, bisa mengakibatkan isi kotak tersebut rusak.
Karenanya simbol ini sering disertai angka yang menunjukkan jumlah masimum tumpukan. Seperti contoh yang tertera pada simbol stack sebelah, angka 23 berarti tumpukan maksimum hanya sampai 23 kotak saja, dan tidak boleh lebih dari itu.
Gambar 27. Simbol Maximum Stack
No Stack
Simbol ini berarti kotak kemasan tersebut sama sekali tidak boleh ditumpuk saat penyimpanan. ini dimaksudkan untuk barang-barang yang sangat rapuh, gampang pecah sehingga produsen perlu menyertakan simbol ini pada kotak kemasan produknya.
Gambar 28. Simbol No Stack
Dan lain-lain
BAB III
LIMITASI, PENGKODEAN DAN LABEL
3.1 LIMITASI (BATASAN)
Berdasarkan peraturan IATA ada beberapa aturan pokok yang membatasi atau mensyaratkan berbagai Barang berbahaya yang dapat atau tidak dapat diangkut dengan pesawat udara, sejumlah pembatasan diterapkan antara lain :
Bahan dan/atau Barang Berbahaya Terlarang
Bahan dan/atau Barang Berbahaya dalam kondisi apapun dilarang diangkut dengan pesawat udara, dimana akan berpotensi meledak atau memiliki reaksi yang membahayakan penerbangan, seperti :
Cairan yang memiliki toksitas uap inhalasi yang membutuhkan standar kemasan menurut IATA-DGR
Radio aktif dalam bentuk kemasan yang memerlukan pendingin eksternal
Hewan hidup yang terinfeksi
Dan lain-lain
Bahan dan/atau Barang Berbahaya Tersembunyi
Petugas penerimaan barang pada perusahaan penerbangan harus terlatih didalam pengidentifikasian dan mendeteksi bahan dan/atau barang berbahaya yang dikirim sebagai cargo umum (General Cargo) atau dibawa oleh calon penumpang sebagai bagasi tercatat atau bagasi tentengan, sebab kemungkinannya barang tersebut tidak terlihat (tersembunyi) secara kasat mata, seperti :
Alat bantu pernapasan seperti tabung oksigen yang mempunyai tekanan
Bagasi yang tidak teridentifikasi, dimana berisi seperti kembang api, korek api, cairan kimia yang mengandung aerosol dan zat korosif
Peralatan selam, seperti tabung scuba, lampu untuk menyelam kalau dioperasikan di udara dapat menghasilkan panas
Peralatan bertenaga listrik dan baterai basah
Dry Ice (karbon dioksida padat), untuk kemasan buah atau sayuran beku
Alat-alat laboratorium dan bahan medis yang mudah terbakar
Dan lain-lain
Bahan dan/atau Barang Berbahaya Milik Perusahaan Penerbangan
Bahan dan/atau Barang Berbahaya Milik Perusahaan Penerbangan seperti peralatan pesawat, konsumsi, Dry Ice tidak berlaku dan dikecualikan dari ketentuan yang ada dikarenakan kebutuhan yang disesuaikan dengan persyaratan dan peraturan kelaikan udara atau yang telah disahkan oleh otoritas negara yang bersangkutan yang telah memenuhi persyaratan khusus.
Bahan dan/atau Barang Berbahaya yang dibawa Penumpang atau Crew Pesawat
Pada prinsipnya bahan dan/atau barang berbahaya tidak boleh dibawa oleh penumpang dan/atau Crew pesawat dalam bagasi tercatat (Check Baggage) atau dalam cabin bagasi (Cabin Baggage) atau yang menempel pada badan mereka, dengan ketentuan sebagai berikut:
Amunisi dalam kemasan yang aman
Tabung Oksigen untuk keperluan medis
Tabung gas yang terpasang pada life jacket
Dan lain-lain
Bahan dan/atau Barang Berbahaya diangkut dengan Pos
Pengangkutan barang berbahaya lewat pos udara adalah dilarang, kecuali dengan seizin atau persetujuan pihak PT. Pos yang berkaitan dengan barang berbahaya :
Zat menular atau virus yang terdapat dalam shipper declaratiom
Karbon Dioxide, dry ice (solid) yang digunakan untuk pendingin zat menular/infeksi yang tertera dalam shipper declaration disertai daftar pengiriman (shipment).
Radio Aktif yang tidak melebihi 0,1
Dan lain-lain
Bahan dan/atau Barang Berbahaya diangkut dengan Pesawat Cargo
Barang berbahaya ini dapat diangkut dengan kargo atas persetujuan dari negara yang bersangkutan karena ada hal-hal yang sangat mendesak atau dianggap kurang baik bagi masyarakat dan ini harus sesuai dengan ketentuan IATA-DGR.
PENGKODEAN
3.2.1 KODE KEMASAN
Berdasarkan standar yang dikeluarkan oleh PBB bahwa aturan pengkodean untuk kemasan luar (outer packaging) berbeda dengan pengkodean pada kemasan dalam (inner packaging).
Kemasan Luar/ Tunggal
Untuk kemasan jenis ini menggunakan kode 2 (dua) karakter, yaitu :
angka numerik yang menunjukkan jenis kemasan
seperti drum, jerigen, dan lain
diikuti huruf latin kapital yang menunjukkan bahan dari kemasan
seperti baja (steel), kayu dan lain-lain
diikuti dengan (bila mungkin) dengan angka numerik yang menunjukkan kategori dari isi kemasan.
Kemasan Komposit
Kemasan jenis ini diberi kode dengan 2 huruf Latin kapital secara berurutan. Huruf pertama menunjukkan bahan yang digunakan pada lapisan dalam, sedangkan berikutnya menunjukkan bahan dari kemasan luar.
Kemasan Kombinasi
Pada kemasan kombinasi, hanya ada satu kode yang digunakan yaitu sesuai kode pada kemasan luar yang digunakan.
Angka numerik yang digunakan untuk beberapa jenis kemasan adalah sebagai berikut:
1 = drum
2 = reserved
3 = jerigen
4 = kotak (box)
5 = kantong (bag)
6 = Kemasan komposit
Adapun huruf kapital yang digunakan untuk menunjukkan bahan kemasan yang digunakan adalah :
A = baja (steel) ( termasuk semua jenis pelapisan)
B = aluminium
C = kayu
D = kayu lapis (plywood)
F = reconsituted wood
G = fibreboard
H = plastik
L = tekstil
M = kertas, multiwall
N = logam (selain baja atau aluminium)
P = gelas, porcelain
Kemasan Dalam
Pengkodean yang digunakan pada kemasan dalam adalah dengan 3 (tiga) atau empat huruf yaitu:
dengan huruf Latin besar ”IP” yang menunjukkan ”Inner Packaging”
diikuti dengan huruf yang menunjukkan jenis kemasan dalam
jika mungkin, diikuti dengan huruf Latin kapital yang menunjukkan kategori dari isi.
Gambar 29. Kemasan Dalam
3.2.2 SPESIFIKASI KEMASAN
SPESIFIKASI UNTUK KEMASAN LUAR, TUNGGAL DAN KOMPOSIT
Drum Baja (Steel Drums)
1A1 = non removable head drum baja
1A2 = removable head drum baja
Gambar 30. Drum Baja 1A1 dan 1A2
Drum Aluminium (Aluminium Drums)
1B1 = Non removable head drum aluminium
1B2 = removable head drum aluminium
Drum Kayu Lapis (Plywood Drums)
1D = plywood drums
Drum Fiber (Fibre Drums)
1G = Drum fiber
Gambar 31. Drum Fiber 1G
Jerigen Baja atau Aluminium (Steel or Aluminium Jerricans)
3A1 = jerigen baja non removable head
3A2 = jerigen baja removable head
3A3 = jeriegn aluminium non removable head
3A4 = jerigen aluminium removable head
Drum dan JerigenPlastik
1H1= drum plastik non removable head
1H2 = drum plastik removable head
3H1 = jerigen plastik non removable head
3H2 = jerigen plastik removable head
Gambar 32. Drum 1H1, 1H2 dan 3H1
Drum Metal (selain Aluminium dan baja)
1N1 = drum non removable head
1N2 = drum removable head
Kotak Baja atau Aluminium
4A = kotak baja
4B = kotak aluminium
Kotak kayu
4C1 = kotak kayu biasa (ordinary boxes)
4C2 = sift proof walled boxes of naturalwood
Kotak kayu lapis
4D = kotak kayu lapis
Gambar 33. Kotak Kayu Lapis 4D
Kotak Karton Gelombang (Fibreboard Boxes)
4G = fibreboard boxes
Gambar 34. Kotak Karton Gelombang 4G
Kotak Plastik (Plastic Boxes)
4H1 = expended plastic boxes
4H2 = solid plastic boxes
Kantong Tekstil (Textile Bag)
5L1 = sift proof textile bags
5L3 = water resistant textile bags
Woven Plastic Bags
5H1 = tanpa inner atau coating
5H2 = sift proof woven plastic bags
5H3 = water resistant woven plastic bags
Kantong Plastik
5H4 = kantong plastik
Gambar 35. Kantong Plastik 5H4
Kemasan Komposit (bahan plastik)
6HA1 = drum plastik dengan lapis luar baja
6HA2 = krat atau kotak plastik dengan lapis luar baja
6HB1 = drum plastik dengan lapis luar aluminium
6HB2 = krat atau kotak plastik dengan lapis luar aluminium
6HC = kotak plastik dengan lapis luar kayu
6HD1 = drum plastik dengan lapis luar kayu lapis
6HD2 = kotak plastik dengan lapis luar kayu lapis
6HG1 = drum plastik dengan lapis luar fiber
6HG2 = kotak plastik dengan lapis luar karton gelombang
6HH1 = drum plastik dengan lapis luar plastik
6HH2 = kotak plastik dengan lapis luar plastik solid
Kantong kertas (paper bags)
5M1 = multi-wall
5M2 = multi wall, water resistant paper bag
SPESIFIKASI KEMASAN DALAM (Innner Packaging)
Kemasan dalam diidentifikasi dengan huruf ”IP” yang diikuti dengan angka, atau dalam beberapa kasus diikuti dengan huruf lain.
IP1 = Gelas atau Wax
IP2 = Plastik
IP3 dan IP3A = Metal Can, Tin atau Tube
3.1. IP3 = Metal Selain Aluminium
3.2. IP3A = Aluminium
IP4 = Multiwall Paper Bag
Kantong Plastik
IP6 = Kaleng atau Kotak Fiber
IP7 dan IP7A Aerosol
(berlaku di Amerika Utara)
IP7B _Aerosol
(berlaku di Eropa)
Gambar 36. Inner Packaging
3.2.3 PENGKODEAN DAN PELABELAN KEMASAN
Marking untuk kemasan barang berbahaya harus terdiri dari :
Simbol United Nation :
Simbol ini hanya digunakan untuk kemasan yang telah lolos persyaratan yang ditetapkan.
Huruf X, Y, Z yang menunjukkan grup kemasan
X untuk packing grup I (kategori Great Danger), bisa untuk packing Grup II dan III.
Y untuk packing grup II (kategori Medium Danger), bisa untuk packing grup III.
Z untuk packing grup III (kategori Minor Danger).
Contoh :
4G/Y25/S/06
RI/ABC-070122
4 : box
G : fiberboard
Y : packing group II and III
25 : 25kg maximum
S : solids or inner packaging
06 : manufactured in 2006
RI : Republik Indonesia
ABC : manufacturer of metal container
07 : year of certification
0122 : certificate number
Gambar 37. Contoh pengkodean dan pelabelan
3.3 LABEL (LABELLING)
Setiap kemasan yang akan diangkut dengan pesawat udara harus ditempel label sesuai dengan isi kemasan. Pengirim bertanggung jawab menempelkan label pada kemasan tersebut, Sedangkan Airline (operator yang mengangkut) bertanggung jawab hanya mengganti label yang tidak jelas atau rusak selama pengangkutan.
Yang dimaksud label adalah kertas bergambar dan bertuliskan, berbentuk segi empat yang menggambarkan Barang Berbahaya yang ditempel pada kemasan berukuran 100 mm x 100 mm.
3.3.1 JENIS LABEL
Jenis label antara lain :
Hazards Label atau label bahaya
Adalah label yang mengidentifikasikan adanya bahaya atau risiko, berupa gambar simbol dan nomor kelas yang masing-masing mempunyai warna dasar berbeda sesuai kelasnya.
Gambar 38. Label Berbahaya
Handling Label atau label Instruksi
Adalah label yang berisi gambar dan tulisan serta petunjuk lain yang merupakan instruksi untuk dilaksanakan atau ditaati.
Adalah label yang berisi gambar dan tulisan serta petunjuk lain yang merupakan instruksi untuk dilaksanakan atau ditaati.
Gambar 39. Contoh Handling Label
3.3.2 PEMASANGAN LABEL
Tanda-tanda yang diperlukan harus ditempel sesuai dengan jenis Barang berbahaya yang terdapat dalam kemasan. Tanda-tanda itu harus lekat benar dan tulisan harus tercetak jelas dengan catatan :
Tahan lama
Mudah dilihat
Latar belakang yang menyolok atau kontras
Tidak tertutup oleh tanda lain
Gambar 40. Pemasangan Label
Sesuai dengan peraturan barang berbahaya atau DGR, bahwa tanda-tanda harus terletak pada kemasan dengan posisi yang benar sesuai dengan aturan di atas. Apabila terdapat sisa tanda yang tidak perlu yang masih melekat pada kemasan, maka tanda lama tersebut harus dicabut dan diganti yang baru.
Kaitannya dengan pemasangan tanda-tanda ini, pihak pengirim perlu mengadakan pemeriksaan ulang, apakah tanda-tanda pada kemasan telah lengkap dan memenuhi syarat, selain itu tiap kemasan tunggal juga diberikan tanda-tanda.
3.3.3 SYARAT PEMASANGAN LABEL
Syarat pemasangan label antara lain :
Semua label ditempel di tempat aman pada kemasan sehingga mudah dibaca, dilihat dan tidak kabur
Setiap label harus ditempel atau tercetak secara jelas dan warna yang kontras
Ditempel yang kuat dan ukurannya sesuai aturan yang berlaku.
Gambar 41. Pemasangan label
3.3.4 POSISI KEMASAN LABEL
Berdampingan dengan teks alamat pengirim
Label bahaya utama berdampingan dengan label bahaya tambahan
Label CAO (cargo aircraft only) berdampingan pada sisi yang sama
Tanda “this way Up” dipasang pada kedua sisi yang bertolak Belakang.
Gambar 42. Posisi Kemasan Label
3.4 TABEL BAHAN DAN/ATAU BARANG BERBAHAYA (List of Dangerous Goods)
Barang berbahaya dalam setiap kelasnya ada yang berbentuk bahan atau zat atau unsur, baik yang berbentuk cair, padat atau gas. Dalam Peraturan Barang berbahaya (DGR) telah tercatat sebanyak sekitar 3.000 bahan (lihat list of DG). Nama barang atau bahan tersebut tersusun menurut urutan abjad dan setiap jenis memiliki ciri-ciri tersendiri, antara lain memiliki nomor identitas internastional, kelas atau divisi, packing group dan lain-lain. Pada tabel Barang Berbahaya memiliki sebanyak 11 kolom dengan fungsi dan kegunaan sebagai berikut :
Kolom A : Nomor identitas internasional (UN/Identity number)
Kolom B : Nama jenis Barang Berbahaya (Proper shipping name)
Kolom C : Kelas atau Divisi (Class/Division)
Kolom D : Risiko tambahan (Subsidiary risk)
Kolom E : Label Bahaya (Hazard label)
Kolom F : Kelompok kemasan (Packing Group)
Kolom G : Petunjuk kemasan (Packaging instruction) untuk berat yang dibatasi
Kolom H: Maksimum berat bersih per paket (Max Net Quantity/package) untuk berat yang dibatasi
Kolom I : Petunjuk kemasan (Packaging instruction) untuk pesawat penumpang dan pesawat kargo
Kolom J : Maksimum berat bersih per paket (Max Net Quantity per pakage for CAO) untuk pesawat penumpang dan kargo
Kolom K : Petunjuk kemasan (Packaging instruction) untuk pesawat kargo saja (CAO)
Kolom L : Maksimum berat bersih per paket (Max Net Quantity per pakage) untuk pesawat kargo saja
Kolom M : Ketentuan khusus (special provisions)
A
B
C
D
E
F
Pesawat Penumpang
dan kargo
Hanya pesawat kargo
M
Jml/berat terbatas
I
J
G
H
K
L
2875
Hexachlorophene
6.1
Toxic
III
Y619
10 kg
619
100 kg
619
200 kg
Gambar 43. Tabel list of Dangerous Good
Contoh penerapannya :
Barang berbahaya yang tertera pada kolom B adalah Hexachlorophene, termasuk Divisi 6.1 dengan nomor identitas 2875, tidak memiliki risiko tambahan, tetapi mempunyai akibat membahayakan apabila bereaksi dengan bahan racun.
Jenis Barang Berbahaya ini memiliki tingkat bahaya rendah
Untuk mengemas barang ini didasarkan pada petunjuk kemasan (kolom G) yaitu nomor Y619 dengan batasan berat sebanyak tidak lebih dari 10 kg saja (kolom H), kemudian dapat diangkut dengan pesawat penumpang atau pesawat kargo
Barang jenis ini dapat pula dikemas berdasarkan packing instruction nomor 619,dengan muatan maksimum seberat 100 kg (kolom J) dan dapat diangkut dengan pesawat penumpang atau pesawat kargo
Namun kalau barang tersebut berat lebih dari 100kg sampai 200kg (kolom L) hanya boleh diangkut dengan pesawat kargo
Barang berbahaya ini tidak terkena peraturan khusus dan spesial provisions (kolom M).
3.5 PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN KEMASAN DANGEROUS GOOD
3.5.1 PEMERIKSAAN DANGEROUS GOOD
Dalam rangka pemeriksaan suatu bahan dan/atau barang berbahaya diperlukan petunjuk atau pedoman yaitu pada Daftar Bahan dan/atau Barang Berbahaya (list of Dangerous Goods) yang sudah baku sesuai dari IATA DGR.
Adapun langkah-langkah sebagai berikut :
Lihat nama jenis bahan dan/atau barang berbahaya (Power shipping name and UN number)
Pastikan kelas atau devisi atau subsidiary apakah sesuai dengan daftar BB
Catat dan perhatikan Harzad label, cocok atau tidak
Lihat dan perhatikan packing group
Perhatikan dengan cermat berat paket BB, baik yang dapat diangkut dengan pesawat penumpang atau pesawat kargo atau pesawat kargo saja.
Periksa catatan pada kolom M, apakah ada special provisions atau tidak.
Gambar 44. Pemeriksaan Kemasan
3.5.2 PENGUJIAN KEMASAN DANGEROUS GOOD
Tujuan dari pengujian adalah untuk menjamin bahwa tidak ada isi/produk yang hilang selama transportasi pada kondisi normal. Jumlah/parameter uji pada kemasan ditentukan oleh isi/produk, grup kemasan, density dan tekanan uap (untuk cairan).
Uji Jatuh (drop test)
Uji ini dilakukan untuk setiap jenis dan setiap pembuatan dan dilakukan untuk kemasan : drum plastik, jerigen plastik, kotak plastik selain dari Expandable Polystyrene, kemasan komposit dan kemasan kombinasi dengan kemasan dalam berupa plastik. Pengujian ini diakukan dengan cara sebagai berikut:
packing grup I, dijatuhkan dari ketinggian 1,8 meter
packing grup II, dijatuhkan dari ketinggian 1,2 meter
packing grup III, dijatuhkan dari ketinggian 0,8 meter
Khusus untuk produk cair dengan density lebih besar dari 1,2 maka tinggi jatuhan adalah 1,5 m kali relative density untuk grup I; 1,0 m kali relative density untuk grupII dan 0,67 kali relative density untuk grup III.
Uji Kebocoran (leakproofness test)
Uji ini harus dilakukan untuk semua jenis kemasan yang berisi cairan namun tidak diperlukan untuk kemasan dalam dari kemasan kombinasi.
Uji Tekanan Dalam (hydraulic test)
Uji tekanan dalam atau hydraulic test harus dilakukan untuk semua jenis kemasan yang terbuat dari metal, plastik dan kemasan komposit yang berisi cairan, namun tidak diperlukan unuk kemasan dalam dari kemasan kombinasi.
Uji Tumpukan (Stacking Test)
Uji ini harus dilakukan untuk semua jenis kemasan kecuali kantong.
BAB IV
CARGO HANDLING DAN PENANGANANNYA
Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dalam pengangkutan dan penanganan cargo maka pemerintah membuat aturan aturan baku yang mengatur bagaimana cara pengangkutan dan perlakuan terhadap Dangerous Goods (DG) tersebut.
Dalam aturan penerbangan/pengangkutan melalui udara diatur dalam Surat Keputusan Dirjen Hubud Nomor: SKEP/275/XII/1998 Tentang pengangkutan bahan dan/atau barang berbahaya dengan pesawat udara, yang mengacu pada aturan internasional ICAO Annex 18 The Safe Transport of Dangerous Goods by Air, dan pada Document 9284-AN/905 Technical Instruction The Safe Transport of Dangerous Goods by Air (berupa petunjuk teknisnya), ditambah pula dengan Document 9481-AN/928 Emergency Respons Guidance for Aircraft Incidents Involving Dangerous Goods (petunjuk darurat apabila pesawat mengalami kecelakaan akibat DG). Selain tersebut di atas dalam penerbangan internasional di atur pula di dalam IATA ( International Air Transport Association )
Gambar 45. Ilustrasi handling Cargo
4.1 CARGO HANDLING
Cargo handling adalah kegiatan pelayanan terhadap muatan / barang (keluar dan masuk) yang melalui bandar udara, meliputi loading unloading, pemindahan dari pesawat udara ketempat penyimpanan (gudang cargo), menyusun dan menyimpan barang tersebut serta menyerahkan kepada pemiliknya, atau sebaliknya menerima dari si pemilik, disusun didalam tempat penyimpanan (gudang cargo), dipindahkan dari tempat penyimpanan ke pesawat udara dan memuat serta menyusun didalam ruangan compartment pesawat udara, dengan pengertian bahwa melaksanakan semua kegiatan tersebut dengan pengetahuan serta keahlian.
Proses pekerjaannya antara lain adalah :
Penerimaan (Acceptance).
Timbang barang.
Pembuatan Dokumen Angkut (Documentation).
Build-up / Break-down dari dan pallet/container atau gerobak.
Penarikan dari gudang ke pesawat dan sebaliknya.
Loading ke pesawat dan unloading dari pesawat.
Penyimpanan (storage).
Pengiriman (delivery)
Cargo Handling dapat berjalan baik apabila sistem dan prosedur serta sarana dan prasarana yang dimiliki gudang dan pergudangan di masing–masing stasiun mencukupi dan pelaksanaan pekerjaan dilakukan dengan benar sesuai operating procedure.
Sistem
Untuk pembuatan bukti timbang barang / BTB digunakan program yang di-install dalam Computer. Manifest Cargo dibuat dengan mengisi form yang telah tersedia.
Prosedur
Setiap gudang mempunyai acuan kerja yaitu Standard Operation Procedure (SOP); berupa tindakan yang harus dilaksanakan petugas gudang agar pekerjaan operasional dapat berjalan lancar.
Peraturan mengenai syarat dan tata cara menerima, menyusun barang kiriman ke pallet dan kontainer serta menarik dan memuat barang ke pesawat secara korporasi terdapat dalam manual Airlines.
Peraturan lainnya terdapat dalam Cargo Information Notice sebelum dibakukan dalam manual.
Sarana & Prasarana di Gudang
Sarana dan prasarana yang ada di gudang antara lain Timbangan, Computer, Printer, Ruang kantor, telepon, Mesin X Ray, Mesin Telex, Fasilitas bergerak, Fasilitas tidak bergerak.
Tiap negara harus memiliki prosedur penanganan dan peraturan yang jelas untuk menjamin barang–barang berbahaya sudah ditangani secara benar. Sesuai dengan ketentuan konvensi chicago bahwa setiap negara harus memasukkan aturan pengangkutan barang berbahaya ke dalam hukum nasional mereka.
Sistim yang berlaku secara internasional ini berfungsi sebagai alat kontrol pemerintah terhadap pengangkutan barang berbahaya melalui udara juga sebagai standar baku dalam keselamatan penerbangan. Pemerintah indonesia mengatur tentang penerbangan dalam undang–undang Nomor 1 tahun 2009. Undang–undang tersebut mengisyaratkan bahwa barang berbahaya wajib memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan penerbangan.
Menurut International Civil Aviation Organization (Asosiasi Penerbangan Internasional) Annex 18 tentang The Safe Transport of Dangerous Goods by Air :
“dangerous goods are articles or subtances which are capable of posing a significant risk to health, safety or to property when transported by air”.
“Barang berbahaya adalah bahan atau zat yang berpotensi secara nyata membahayakan kesehatan, keselamatan atau harta milik saat diangkut dengan pesawat udara maupun dalam penyimpanannya”.
4.2 PENANGANAN CARGO HANDLING
Barang berbahaya sangat peka terhadap suhu udara, tekanan dan getaran yang dapat menggangu serta membahayakan keselamatan penerbangan serta dapat merusakkan peralatan pengangkutan. Oleh karena itu, dalam mengangkut barang berbahaya harus sesuai dengan petunjuk teknis sebagaimana tertera pada Annex 18.
penanganan cargo yang baik antara lain :
Perencanaan yang baik
Adanya tenaga kerja yang berpengetahuan dan terampil dalam bidangnya
Adanya peralatan yang cukup dan memadai
Adanya pemberian tuntunan dan petunjuk yang kontiniu ( day to day supervising)
Pelaksanaan operation yang baik
Pengawasan pelaksanaan yang ketat
Adanya management yang tanggap terhadap situasi di lapangan.
Instruksi Teknis berisi seperangkat persyaratan atas pengangkutan barang berbahaya antara lain memuat informasi tentang klasifikasi barang berbahaya dan daftar barang-barang yang termasuk dalam kategori berbahaya.
Daftar ini memuat tentang barang-barang yang:
dilarang dalam keadaan apapun
dilarang pada pesawat penumpang dan pesawat kargo dalam keadaan normal, tetapi dapat dilakukan dalam keadaan luar biasa dan tunduk pada pembebasan oleh negara terkait
dilarang pada pesawat penumpang namun diizinkan pada pesawat kargo dalam keadaan normal
diizinkan pada pesawat penumpang dan pesawat kargo dalam keadaan normal
Petunjuk Teknis juga memberikan gambaran tentang pengemasan barang berbahaya dan pembatasan berat barang sesuai dengan tingkat bahaya dan jenis pesawat (pesawat penumpang atau kargo) yang akan digunakan. Umumnya tidak ada batasan jumlah paket per pesawat.
Instruksi Teknis juga memberikan metode kemasan yang akan digunakan dan diizinkan juga spesifikasi kemasan yang harus diikuti secara ketat. Ada juga persyaratan untuk tanda dan label untuk paket serta dokumentasi pengiriman.
Setiap paket barang berbahaya harus diperiksa secara eksternal oleh operator sebelum diangkut untuk memastikan bahwa semua barang sudah memenuhi persyaratan. Pilot yang bertugas harus diberitahu tentang barang berbahaya yang dimuat dalam pesawat dan lokasi penempatannya dengan asumsi seandainya dalam keadaan darurat tidak harus melibatkan barang berbahaya.
Jika situasi memungkinkan, pilot harus menginformasikan pada unit lalu lintas udara tentang apa yang ada di pesawat untuk membantu layanan darurat agar cepat direspon oleh petugas mereka. Jika terjadi kecelakaan pilot harus sesegera mungkin menginformasikan pada negara dimana kecelakaan itu terjadi dan barang apa yang mereka angkut.
Mengingat besarnya resiko, pilot mempunyai wewenang untuk menolak atau mengangkut barang berbahaya tersebut. Oleh karena itu untuk menjamin keselamatan dan pengamanan serta lancarnya pengangkutan barang berbahaya diperlukan penanganan yang sebaik-baiknya dan penuh rasa tanggung jawab. Oleh karena itu untuk menjamin keselamatan dan pengamanan serta lancarnya pengangkutan barang berbahaya diperlukan penanganan yang sebaik-baiknya dan penuh rasa tanggung jawab.
Secara umum bahwa barang berbahaya dapat diangkut melalui pesawat udara, namun harus memenuhi persyaratan dalam hal pengemasan, pemberian label, serta penyimpanan dan pemuatannya. Apabila petugas yang menangani barang berbahaya menyimpang dari peraturan, maka dimungkinkan adanya bahaya yang akan mencelakakan manusia, merugikan perusahaan atau merusak fasilitas lain.
Kesalahan penanganan juga dapat menyebabkan kecelakaan pesawat terbang, diantara terjadi korosi terhadap struktur pesawat terbang apabila adanya bahan kimia yang tumpah atau bocor. Jika penanganan yang digunakan tidak sesuai dengan regulasi-regulasi tersebut maka akan mengalami banyak masalah saat mendarat di bandara tujuan. Oleh karena itu keberadaan barang tersebut harus diwaspadai secara cermat.
Masyarakat umum masih banyak yang mengenal secara pasti barang berbahaya sehingga secara sengaja maupun tidak sengaja membawa barang tersebut saat melakukan penerbangan.
Sebagai contoh misalnya korek api gas yang termasuk dalam barang berbahaya kelas 2 (flammable gas), minuman beralkohol, kutek, dan minyak wangi yang masuk kategori kelas 3 (flammamble liquid). Parfum selain masuk dalam flammable liquid apabila berbentuk aerosol dia juga termasuk kategori flammamble gas. Kamper yang dijadikan sebagai pengharum lemari pakaian juga termasuk dalam barang berbahaya kelas 4 atau flammable solid. Batere lthium dalam jam, HP, laptop, kamera atau barang elektronik lainnya termasuk barang berbahaya kelas 9 atau miscellaneous. Baterai biasa yang mengandung alkali bahkan masuk kategori barang berbahaya kelas 8 atau corrosive.
Barang-barang tersebut akan membahayakan penerbangan apabila membawa dalam jumlah banyak dan tidak diperlakukan dengan tepat. Petugas di bandara seharusnya lebih tegas terhadap penumpang, dan memberitahukan tentang kategori barang berbahaya tersebut, berapa jumlah yg diperbolehkan dibawa, dan bagaimana cara penanganannya, agar dapat meminimalisir tingkat kecelakaan transportasi.
Gambar 46. Penanganan di Bandar Udara
BAB V
DOCUMENT DAN PENGIRI MAN CARGO
Dalam dunia penerbangan khususnya bisnis cargo, kelengkapan dan penataan dokumen sangat penting, termasuk didalamnya pelayanan handling yang dilakukan oleh warehouse operator, dan oleh karena itu dokumen yang telah selesai dikerjakan harus tertata (file) dengan rapi dan benar.
5.1 FUNGSI DAN KEGUNAAN DOCUMENT CARGO
Fungsi dan kegunaan dokumen dapat diartikan dalam beberapa hal seperti :
Alat komunikasi.
Bukti dari apa yang kita kerjakan / lakukan.
Data pendukung apabila ada masalah.
Data pendukung untuk proses pengurusan kargo.
Dalam transportasi udara, dokumentasi bahan dan/atau barang berbahaya diatur dalam IATA-DGR, dimana mengatur persyaratan dokumentasi, tanggung jawab pengirim, deklarasi untuk dangerous goods termasuk spesifikasi, format dan bahasa yang digunakan, warna, ukuran, jumlah lembar, nama perusahaan, pengirim, penerima, nomor surat muatan dan lain sebagainya.
Menurut IATA-DGR, setiap pengiriman bahan dan/atau barang berbahaya harus melengkapi sebuah “Shipper’s Declaration for Dangerous Goods” dan surat muatan udara (airwaybill), dimana pengirim bertanggung jawab untuk memberikan informasi kepada perusahaan penerbangan.
Perusahaan penerbangan wajib menyimpan sekurang-kurangnya satu salinan dokumentasi pengiriman dangerous goods, minimum dalam kurun waktu 3 bulan atau kurun waktu yang ditentukan setelah penerbangan berlangsung. Dokumen yang disimpan minimum deklarasi bahan dan/atau barang berbahaya dari pengirim, daftar penerimaan dan informasi tertulis yang diberikan kepada Pilot In Comand (PIC) yang sedang bertugas.
Menurut Konvensi Warsawa 1929, surat muatan udara (airwaybill) paling tidak memuat tempat dan tanggal pembuatan, tempat keberangkatan dan tujuan, tempat pendaratan antara (intermediate landing) yang disetujui dengan catatan bahwa perusahaan penerbangan sebagai pengangkut dapat mengubah tempat pendaratan asal tidak mengganggu nama dan alamat pengirim, nama dan alamat penerima, sifat barang, nomor dan cara kemasan, berat, jumlah dan ukuran barang, nomor surat muatan udara dan dokumen-dokumen lainnya serta rute penerbangan.
Surat muatan udara dalam Konvensi Montreal 1999 lebih disederhanakan, dimana surat muatan udara harus berisi indikasi tempat keberangkatan dan tujuan (dalam satu wilayah negara anggota), satu atau lebih tempat pendaratan (intermediate landing) diluar negara anggota dan indikasi berat cargo.
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009, surat muatan udara (airwaybill) paling tidak harus memuat tanggal dan tempat surat muatan udara dibuat, tempat pemberangkatan dan tujuan, nama dan alamat perusahaan penerbangan, nama dan alamat pengirim cargo dan penerima cargo, jumlah, cara pengemasan, tanda-tanda istimewa atau nomor cargo yang ada, berat dan ukuran, jenis atau macam cargo yang dikirim dan suatu pernyataan bahwa pengangkutan ini tunduk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009.
Surat muatan udara (airwaybill) dibuat sekurang-kurangnya rangkap 3 lembar asli diserahkan kepada perusahaan penerbangan pada saat barang akan diangkut dan perusahaan penerbangan wajib menandatanganisebelum barang dimuat di dalam pesawat udara.
Lembar 1
Untuk perusahaan penerbangan ditandatangani oleh pengirim
Lembar 2
Untuk penerima cargo ditandatangani oleh perusahaan penerbangan dan pengirim cargo yang dikirim bersama-sama cargo
Lembar 3
Untuk pengirim ditandatangani oleh perusahaan penerbangan sebagai bukti bahwa barang telah diterima dengan baik.
5.2 PERATURAN PENGIRIMAN CARGO
Perusahaan penerbangan yang akan mengangkut bahan dan/atau barang berbahaya wajib melengkapi dokumen sebagai persyaratan pengangkutan, seperti :
Pemberitahuan Tentang Isi (PTI)
Surat Muatan Udara / airwaybill
Surat persetujuan pengangkutan yang dikeluarkan DIRJEN PERRHUBUNGAN UDARA
Memenuhi ketentuan yang terdapat dalam Annex 18 konvensi Chicago 1944
ICAO dokuments 9284-AN/905 tentang klasifikasi, jenis bahan yang diangkut
Pemberian Label dan Marka
Didalam pengiriman barang/cargo via Aircraft, pengirim/shipper harus memiliki beberapa document yaitu :
Surat Muatan Udara / Airwaybill
Yaitu dokumen yang dibuat atas perjanjian antara shipper atau cargo agent dengan airlines yang merupakan bukti kontrak kerjasama untuk pengangkutan barang melalui udara melalui rute yang dilewati airlines tersebut.
Berikut adalah komponen-komponen didalam surat muatan udara / airwaybill :
No. reservasi barang,
Nama pengirim (shipper),
Nama penerima (consignee),
Nama Agent,
Peraturan dalam pengiriman barang,
Airport of departure,
Airport of destination,
Three later code untuk airport of destination,
Tanggal and nomer flight,
Currency,
Pieces (jumlah barang)
Gross weight
Chargeable weight (volume (PxLxT) barang lebih besar dari pada berat barang dengan hitungan peraturan penerbangan)
Rate (harga dari penerbangan per kg/chargeable)
Total Harga
Commodity
Other charges
Signature of shipper or Agent
Total Harga + Other Charges (total prepaid)
Tanggal issued
Gambar 47. Surat Muatan Udara / Airwaybill
PTI (Pemberitahuan Tentang Isi)
Yaitu Document yang menerangkan tentang isi dalam barang yang ingin dikirim dan identitas pengirim agar dapat diketahui petugas penerima/petugas Acceptance tanpa membuka/membongkar barang tersebut.
Berikut adalah komponen-komponen yang ada di Pemberitahuan Tentang Isi :
Nama, Alamat, Identitas Pengirim
Penjelasan bahwa barang diserahkan kepada Penerbangan dengan tujuan dan no. AWB yang telah ditentukan (contoh tujuan : CGK , No.AWB : 01234567)
Isi Barang (Jumlah, Satuan, Penjelasan Isi Barang, Berat KG)
Penjelasan Peraturan Penerbangan jika yang diterangkan salah
Tanda Tangan dan Nama Jelas Pengirim
Gambar 48. Pemberitahuan Tentang Isi
CSC (Consignment Security Certificate)
Yaitu Document yang menerangkan bahwa barang tersebut telah di X-Ray oleh petugas bandara (biasanya petugas bandara yang meng- X-Ray barang adalah dari bagian Regulated Agent) dan diperbolehkan barang tersebut dikirim melalui udara/Aircraft.
Berikut adalah komponen-komponen yang ada di Consigment Security Certificate :
Nomer CSC (contoh 027-48426)
Tanggal Issued CSC
Identitas Consignor (name, company, Adress, phone/fax)
Commodity barang
Airlines (perusahaan penerbangan yang akan mengirimkan barang)
Route (misal : CGK - MDC )
Quantity (jumlah pieces)
Weight (dalam kg)
Special Code
No. AWB/SMU
Tanda Tangan Regulated Agent
Gambar 49. CSC (Consignment Security Certificate)
Shipper Declaration
Yaitu dokument yang berisi informasi tentang bahan dan/atau barang berbahaya yang diklasifikasikan dalam IATA-DGR.
Berikut ini adalah beberapa komponen penting dalam Shipper Declaration :
No. UN (United National) yang diambil dari peraturan IATA (International Air Transport Association)
Propper Shipping Name (Nama Dangerous Goods Tersebut)
Class or Division (termasuk kedalam Class or Division apa Dangerous Goods yang akan dikirim)
Packing Group (Packing/Kemasan yang harus dibuat untuk Dangerous Goods yang akan dikirim)
Quantity and Type of Packing (Jumlah Barang dan Berat, Serta Type kemasan apa yang dipakai)
Packing Instruction (Peraturan Kemasan yang membahas tentang berapa maximum dan minimum berat yang ada dalam 1 packing, Penge-Testan dalam kemasan, Apa saja yang diperlukan jika packing bermasalah)
Autorization (Peraturan yang diterapkan oleh perusahaan penerbangan)
Gambar 50. Shipper Declaration
Checklist To Dangerous Goods
Yaitu sebuah document yang fungsinya untuk mengkoreksi apakah barang Dangerous Goods sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku atau belum.
Gambar 51. Cheklist To Dangerous Good
5.3 ALUR CARGO BESERTA DOKUMENT PENDUKUNG
Secara umum ada ada 3 pihak utama yang terkait dengan pengiriman kargo, yaitu :
Pihak pengirim ( shipper )
Shipper bisa berupa perorangan, badan usaha, dilakukan secara langsung tanpa perantara, atau melalui jasa ekspedisi muatan kapal laut atau ekspedisi muatan pesawat udara.
Pihak pengangkut ( carrier )
Carrier bisa berupa cargo sales airline, cargo sales agent, airline / air charter yang juga berfungsi sebagai pengangkut kargo.
Pihak penerima ( consignee )
Consignee bisa berupa perorangan, badan usaha maupun dalam bentuk cargo agent.
5.3.1 ALUR PENGIRIMAN CARGO
Acceptance (Penerimaan)
Agen/pengirim melakukan reservasi dengan menyertai dokumen shipping instruction sebagai tanda bukti bahwa Agen/pengirim telah melakukan reservasi dan konfirmasi mengenai jenis & jumlah barang secara rinci kepada pihak Airlines, jika ternyata ada yang salah maka pihak Airlines berhak mengajukan keberatan kepada Agen/pengirim tersebut. Dan pengirim diwajibkan bertanggung jawab dalam memenuhi seluruh peraturan kepabeanan & seluruh peraturan pemerintah mengenai kemasan serta melengkapi seluruh dokumen yang diperlukan.
Kemudian, barang tersebut diberi label dengan mencantumkan nama, alamat jelas pengirim (shipper) dan penerima (consignee). Pemberian label kargo sticker harus benar-benar terlihat secara menyeluruh dan label-label lama atau tanda yang tertera dikemasan tersebut harus dihilangkan.
Out Going
Setelah itu barang di proses masuk ke dalam gudang dan setelah diterima di dalam gudang, akan dilakukan pemeriksaan kemasan dari barang tersebut dengan ditandai apakah barang tersebut termasuk ke dalam golongan General Cargo atau Special Cargo.
Setelah itu dilakukan pemeriksaan dokumen yang harus dilengkapi, seperti : AirwayBill & Shipper Document (untuk Dangerous Good). Dan dilanjutkan ke proses Build Up dengan menyiapkan ULD (Unit Load Device) yang akan dimasukkan ke dalam bagasi pesawat. Lalu disiapkan juga dokumen NOTOC (Notification to Captain) apabila barang yang dikirim adalah Special Cargo.
Gambar 52. Alur Acceptance dan Out Going Cargo
In Coming
Cargo diturunkan dari pesawat dan dibawa ke Break Down Area menggunakan dollies. Di Break Down Area, cargo dilakukan proses pemisahan dan dilakukan proses pencatatan Airway Bill. Setelah itu cargo akan disimpan di Import Warehouse / Acceptance Import untuk pemeriksaan fisik cargo dan dokumen-dokumennya.
Pihak Warehouse Operator akan mengirimkan NOA (Notice Of Arrival) kepada consignee dengan tujuan untuk memberitahukan bahwa cargo telah sampai dan siap diambil. Saat consignee mengambil cargo, consignee dikenai biaya sewa gudang. Jikalau cargo tersebut berupa barang import maka dilakukan pemeriksaan oleh pihak Bea dan Cukai. Setelah consignee menyelesaikan pembayaran maka cargo dapat dibawa pulang oleh consignee.
Jika ada cargo yang diterima baik import maupun domestik tidak diambil oleh consignee, maka operator warehouse cargo akan menyimpannya di gudang overflow.
Khusus barang kargo internasional setelah 30 hari berada di gudang overflow dinyatakan sebagi barang tidak dikuasai oleh pihak costoms, berada pada tempat penimbunan pabean, apabila 30 hari kemudian belum ada pemiliknya maka barang tersebut dikuasai oleh negara.
Gambar 53. Alur Cargo Export dan Import
5.3.2 DOKUMEN PENDUKUNG HANDLING CARGO
DOMESTIK
Acceptance : CBA (cargo booking advice), PTI (pemberitahuan tentang isi), BTB (bukti timbang barang), SMU (surat muatan udara), CN 38 (pos), Shipper Declaration for Dangerous Goods, Checklist for Dangerous Goods, DB (delivery bill), Bordrel, dan pertelaan (daftar rincian) untuk kasir.
Out Going : CBA (cargo booking advice), CLP (cargo load plan), SMU (surat muatan udara), CN 38 (pos), Checklist Buildup, Manifest Cargo Outbond, NOTOC (Notification to Captain), DO (delivery order) penarikan kargo.
Incoming : Manifest Cargo Inbound, SMU (surat muatan udara), NOA (notice on arrival), DO (delivery order), DB (delivery bill), Surat Jalan, bodrel, dan pertelaan (daftar rincian) untuk kasir.
EXPORT
Acceptance : CBA (cargo booking advice), SLI (shipper`s letter of instruction), BTB (bukti timbang barang), Shipper Declaration for Dangerous Goods, Checklist for Dangerous Goods, Shipper Certification for LAR, AWB (airwaybill), CN 38 (pos), Payment Voucher, CCA, DB (delivery bill), DRSC (untuk kasir)/ Bordrel, Pertelaan (untuk kasir), dan PEB/PEBT (pemberitahuan export barang tertentu).
Movement : CBA (cargo booking advice), CLP (cargo load plan), AWB (airwaybill), CN 38 (pos), Checklist Build up, Build up Report, Manifest Cargo Outbound, NOTOC (notification to captain), dan DO (delivery order) penarikan kargo.
Transit : Manifest inbound dan Manifest outbound, AWB (airwaybill), CN 38 / AV 7 (pos), Checklist Build up, NOTOC (notification to captain), DO (delivery order).
IMPORT
Acceptance : Manifest Cargo inbound, AWB (Airwaybill), Checklist break down, dan Overbringen.
Document Processing : Manifest cargo Inbound, AWB (airwaybill), NOA (notice on arrival), DO (delivery order), Pecah PU, DB (delivery bill), OR (office receive), bodrel untuk kasir, dan pertelaan (daftar rincian) untuk kasir.
Warehouse : DO (delivery order), Surat Jalan, BC 1.2 (untuk Bea & Cukai), dan PIB/PIBT (pemberitahuan impor barang tertentu).
Rush Handling : Manifest Cargo inbound, AWB (airwaybill), CN 38/AV-7 (pos), DO (delivery order), DB (delivery bill), Surat Jalan, BC 1.2 (untuk Bea & Cukai), BC 2.3 (untuk Bea dan Cukai barang pabrik setengah jadi), bodrel, dan pertelaan (daftar rincian) untuk kasir.
5.3.3 PROSEDUR PENGIRIMAN BARANG BERBAHAYA
Peraturan IATA tentang muatan barang berbahaya (dangerous goods) memberikan petunjuk tentang :
Ketentuan “jarak maksimum” antara lantai cockpit atau lantai compartment penumpang.
Ketentuan “jarak minimum” antara masing-masing koli barang berbahaya, ditetapkan berdasarkan pedoman pengangkutan yang telah ditetapkan.
Ketentuan indexs transportasi menurut jenis pesawat dan compartment yang ada.
Ditetapkan bahwa penempatan bahan berbahaya harus ditempatkan tepat diatas lantai compartment bawah pesawat.
Tidak ada kerusakan yang akan ditimbulkan karena adanya gesekan dengan muatan lain yang ditempatkan bersamaan.
Muatan barang berbahaya harus diikiat agar tidak terjadi pergeseran atau gesekanpada saat penerbangan.
Muatan bahan radio aktif kategori II dan III dilarang disatukan denganmuatan jenis ‘Un-develop Film Fill’, kecuali jarak pemisahannya diatur pada IATA-DGR.
Demikian juga dapat disatukan dengan muatan binatang hidup asal pengaturan jarak sesuai seperti diatur dalam IATA-DGR.
(SOP CARGO RIAU AIRLINES,2005)
BAB VI
SYARAT DAN KETENTUAN
SERTA PENGHITUNGAN TARIF CARGO
6.1 SYARAT DAN KETENTUAN (PEMBATASAN)
Untuk melindungi serta menjaga nama baik perusahaan pengiriman, biasanya perusahaan menerapkan syarat dan ketentuan serta kebijakan didalam pengangkutan/pengiriman barang/cargo yang berbahaya atau melanggar hukum antara lain seperti :
PROSEDUR PENGIRIMAN
Perusahaan hanya akan mengangkut dokumen dengan kondisi SSP (Syarat Standar Pengiriman). Perusahaan pengangkutan berhak menolak untuk menerima atau mengangkut dokumen atau barang tertentu dari perorangan, ataupun perusahaan berdasarkan kebijaksanaan perusahaan pengiriman barang tersebut.
Perusahaan pengiriman barang berhak mengangkut dokumen atau barang milik Sipper melalui jalur dan prosedur dengan menggunakan perusahaan angkutan dengan cara penanganan, pergudangan, serta transportasi yang cocok dan baik menurut kebijakan perusahaan pengiriman barang.
Pembungkusan dokumen atau barang Shipper untuk pengangkutan merupakan tanggung jawab Shipper termasuk penempatan dokumen atau barang ke dalam suatu wadah yang mungkin di sediakan perusahaan pengiriman barang.
Perusahaan pengiriman barang tidak bertanggung jawab atas kehilangan atau kerusakan dokument atau barang yang di akibatkan ketidak sempurnaan pembungkusan oleh shipper.
Shipper bertanggung jawab untuk mencantumkan alamat lengkap, tujuan kiriman, jenis atau isi kiriman, dokumen atau barang agar pengantaran di lakukan dengan tepat.
Perusahaan pengiriman barang tidak bertanggung jawab atas keterlambatan, kehilangan, kerusakan, dan biaya-biaya yang di timbulkan akibat kelalaian, kesalahan Shipper dalam memenuhi kewajiban-kewajiban tersebut di atas.
PEMERIKSAAN KIRIMAN
Perusahaan pengiriman barang selalu melakukan pengecekan barang dari Shipper sebelum menerima barang tersebut untuk dikirim. Hal itu di lakukan untuk menghindari terjadinya kerusakan barang yang telah di bungkus oleh shipper akan tetapi penerima meminta ganti rugi terhadap perusahaan pengiriman barang. Oleh sebab itu perusahaan pengiriman barang menetapkan hal terkait masalah pengiriman barang seperti di bawah ini :
Perusahaan pengiriman barang berhak tetapi tidak berkewajiban memeriksa barang atau dokumen yang di kirim oleh shipper untuk memastikan bahwa suatu pengiriman barang adalah layak untuk di angkut ke kota tujuan sesuai syarat prosedur oprasional yang baku, proses bea dan cukai serta metode penanganan kiriman.
Perusahaan pengiriman dalam menjalankan haknya tidak menjamin atau menyatakan bahwa seluruh kiriman adalah layak untuk pengangkutan dan pengantaran tanpa melanggar hukum di semua kota asal, tujuan, atau yang di lalui kiriman tersebut.
Perusahaan tidak bertanggung jawab terhadap kiriman yang isinya tidak sesuai dengan keterangan yang di berikan shipper terhadap perusahaan.
LARANGAN KIRIMAN
Perusahaan tidak menerima batang berbahaya yang bisa meledak atau terbakar, obat obatan terlarang, emas dan perak, uang logam, abu, cyanide, platimum dan batu atau metal berharga dan perangko dan barang curian, cek tunai, money order, atau traveller's cek, surat, barang antik, lukisan antik, binatang atau tanama hidup.
Apabila shipper mengirimkan barang-barang tersebut tanpa sepengetahuan perusahaan pengiriman barang, maka shipper membebaskan perusahaan pengiriman barang dari seluruh klaim atas kerusakan, biaya yang mungkin timbul serta tuntutan dari pihak manapun. Terhadap kondisi ini termasuk untuk menjalankan hak yang diatur dalam klausul 2 ayat 1.
Perusahaan pengiriman barang berhak untuk mengambil langkah-langkah yang di anggap perlu segera setelah perusahaan pengiriman barang mengetahui adanya pelanggaran terhadap kondisi ini termasuk untuk menjalan kan hak yang di atur dalam klausa 2 ayat 1.
JAMINAN KEPEMILIKAN KIRIMAN
Shipper dengan ini menjamin dengan ini bahwa yang bersangkutan adalah pemilik yang sah dan berhak atas dokumen atau barang yang di serahkan untuk di kirimkan oleh perusahaan pengiriman barang dan telah sepakat untuk mengikatkan diri dengan SSP ini, tidak hanya atas nama diri sendiri melainkan juga selaku agen serta untuk dan atas nama semua pihak yang berkepentingan atas dokumen atau barang tersebut.
Shipper dengan ini menyatakan pembebasan peusahaan pengiriman barang dari tuntutan pihak manapun dan dari seluruh biaya kerusakan dan atau biaya lainnya apabila terjadi pelanggaran.
GANTI RUGI
Perusahaan pengriman barang hanya bertanggung jawab untuk mengganti kerugian yang dialami shipper akibat kerusakan, atau kehilangan dari pengiriman dokumen atau barang oleh perusahaan pengiriman barang sepanjang kerugian tersebut terjadi ketika barang atau dokumen masih berada dalam pengawasan perusahaan pengiriman barang, dengan catatan bahwa kerusakan tersebut semata-mata di sebabkan karena kelalaian karyawan atau agen perusahaan pengiriman barang.
Perusahaan pengriman barang tidak bertanggung jawab terhadap kerugian konsekuensi yang timbul akibat dari kejadian tersebut di atas, yaitu kerugian yang termasuk dan tanpa di batasi atas kerugian komersil, keuangan atau kerugian tidak langsung lainnya termasuk kerugian yang terjadi dalam pengangkutan atau pengantaran yang disebabkan oleh hal-hal di luar kemampuan kontrol Perusahaan pengriman barang atau kerugian atas kerusakan akibat bencana alam atau force majeure.
Nilai pertanggung jawaban perusahaan pengriman barang sesuai syarat dan kondisi pada klausul 5 ayat 1 di atas adalah dalam bentuk ganti rugi atas kerusakan atau kehilangan dokumen atau barang yang nilainya tidak melebihi 10 kali biaya kirim atau kesamaannya untuk kiriman tujuan dalam negeri indonesia dan US$ 100.00 untuk kiriman tujuan di luar indonesia. Penetapan nilai pertanggung jawaban perusahaan pengriman barang di tetapkan dengan pertimbangan nilai dokumen atau barang penggantinya pada waktu dan tempat pengiriman, tanpa menghubungkannya dengan nilai komersial dan kerugian konsekuensi seperti yang diatur dalam kalusul 5 ayat 2 di atas.
TATACARA KLAIM
Setiap klaim dari shipper sehubungan dengan kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan pengiriman barang harus di sampaikan secara tertulis dan telah di terima oleh kantor Perusahaan pengiriman barang paling lambat 14 hari stelah tanggal dokumen atu barang tersebut seharusnya telah di terima di tempat tujuan.
Jumlah klaim tidak dapat di perhitungkan dengan jumlah tagihan dari Perusahaan pengriman barang.
6.1.1 FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KLAIM
Ada beberapa hal yang menjadi sebab terjadinya suatu klaim terhadap perusahaan pengirim seperti :
Barang Tidak Sampai Tepat Waktu
Apabila terjadi keterlambatan pengiriman, maka kita melihat penyebab keterlambatan tersebut. Apabila terjadi keterlambatan akibat kesalahan pihak perusahaan, maka pengirim berhak mengajukan klaim tertulis setelah 14 hari dari tanggal seharusnya barang tersebut diterima. Apabila keterlambatan terjadi akibat kesalahan pengirim, maka klaim tidak dapat dilakukan.
Barang sampai dalam kondisi rusak
Apabila terjadi hal yang demikian maka kita melihat tingkat kerusakan dan mengidentifikasi kesalahan/kerusakan. Biasanya perusahaan setelah menerima kemudian mengecek kerusakan barang pada saaat di terima, kemudian mencatat kerusakan dan mencantumkan catatan tersebut dalam barang kiriman. Apabila terjadi kerusakan tambahan setelah barang di terima maka perusahaan bisa memberi ganti rugi jika barang masih dalam pengawasan perusahaan dan penerima belum menandatangani surat terima.
Barang hilang
Kemungkinan barang hilang sangat kecil, karena pengirim, penerima, barang kiriman, perusahaan memiliki resi masing-masing. Apabila terjadi biasanya akibat kesalahan pengirim karena pihak perusahaan terus mengawasi semua proses pengiriman. Dan apabila akhirnya pun ada barang yang hilang, maka pihak perusahaan akan mengganti rugi sesuai kesepakatan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak pada awalnya dan sesuai aturan yang tertera.
6.1.2 PEMBATASAN DARI ASPEK OPERASIONAL
Ada beberap hal di sisi operasional yang membatasi perusahaan pengiriman untuk menerima barang/cargo, seperti :
Ukuran Pintu Cargo Pesawat
Contoh Boeing, dimana :
Jenis pesawat Tinggi Lebar
Boeing 737 – 200 120 cm X 88 cm
Boeing 737 – 300 120 cm X 88 cm
Boeing 737 – 400 120 cm X 88 cm
Boeing 737 – 900 122 cm X 133 cm
Kemampuan Daya Angkut (PAYLOAD) dan Maximum Floor Load
Contoh :
LION AIR, dimana :
Berat Max per koli 150 kg.
Barang dengan berat diatas 40kg harus menggunakan peti kayu.
SRIWIJAYA AIR, dimana :
Berat minimal pengiriman 10 kg
Berat Max per koli adalah 75kg
Berat :
1 – 75kg
=
Normal rate
76 – 150kg
=
Surcharge 100%
151 – 200kg
=
Surcharge 200%
Volume Ruang (COMPARTMENT) Cargo
Untuk Volume Ruang (COMPARTMENT) semua airlines menerapkan ketentuan yang hampir sama/baku, dimana :
Ukuran yang diterima adalah Max Panjang (100cm) X Lebar (100cm) dan panjang 150cm.
Barang dengan panjang 200cm dapt diterima apabila barang tersebut ringan dan berdimensi kecil.
Peti kayu yang diterima adalah peti kayu yang semua sisinya telah dilapisi dengan kardus/ pengaman.
Batas Penerimaan / Clossing Time
Untuk Batas Penerimaan / Clossing Time, semua airlines menerapkan standar yang hampir sama/baku, dimana :
Barang cargo dapat diterima pada penerbangan yang diinginkan apabila barang tersebut sudah ada di warehouse ± 3 jam sebelum keberangkatan.
Bila batas tersebut terlampaui maka cargo akan di alokasikan pada penerbangan berikutnya atau hari berikutnya.
6.2 TARIF CARGO
Tarif barang yang disampaikan ini adalah perhitungan tarif antar kota atau satu sektor langsung dengan dasar perhitungan dari satu lapangan terbang ke lapangan terbang lainnya sesuai dengan jaringan penerbangan domestik.
Perhitungan tarif barang umum (biasa) untuk pengangkutan suatu kiriman ditetapkan berdasarkan atas jumlah berat kotor barang tersebut (actual weight) dan berat volume (volume weight).
Berat sesungguhnya (Berat aktual)
Berat sesungguhnya adalah berat yang diperoleh dari hasil penimbangan. Lazimnya di Indonesia menggunakan satuan kilogram (kg).
Saat melakukan penimbangan barang, biasanya berat barang sering tidak tepat menunjukkan bilangan bulat. Contohnya 4,4 Kg, atau 12,4 Kg. Apabila hal ini terjadi, biasanya pihak ekspedisi membulatkan berat barang ke atas. Misalkan 4,4 kg dibulatkan menjadi 5 kg dan 12,4 dibulatkan menjadi 13.
Berat Volume (Volume weight/VW )
Berat volume adalah berat yang didapat dari hasil perhitungan dengan menggunakan ukuran volume barang yang akan dikirim.
Perhitungan ini didasarkan pada kondisi dimana berat aktual barang kecil (ringan) akan tetapi memakan tempat (volume besar).
Rumus yang digunakan untuk pengiriman barang via udara adalah :
Panjang (cm) X Lebar (cm) X Tinggi (cm) / 6.000 = VW kg
Rumusi ini sudah dipakai dan diterima secara luas dan di akui oleh ASPERINDO.
Sebagai contoh,
barang dengan panjang 100 cm, lebar 100 cm dan tinggi 100 cm, maka memiliki berat volumetrik : 100 X 100 X 100 / 6.000 = 166.66 Kg atau 167 kg.
Chargeable weight / berat yang dikenakan
Apabila hasil perhitungan Actual Weight (AW) lebih besar dari Volume Weight (VW), maka yang digunakan sebagai dasar penetapan perhitungan harga/tarif adalah Actual Weight (berat kotor).
Apabila hasil perhitungan Volume Weight, lebih besar dari Actual Weight, maka yang digunakan sebagai dasar penetapan perhitungan harga/tarif adalah Volume Weight.
Untuk barang-barang yang berbeda ukuran (consolidation). Perhitungannya adalah total Actual Weight semua barang, dibandingkan dengan total Volume Weight semua barang mana yang lebih besar adalah yang digunakan.
6.2.1 Rate Class
M : Minimum Charge Rate
Ongkos/biaya terendah yang harus dikenakakan terhadap suatu kiriman.
Misalnya :
Charge untuk penerbangan domestik 10 Kg yang sifatnya actual gross weight.
N : Normal Rate
Rate per kg yang dikenakan terhadap kririman yang mempunyai berat di bawah 45 Kg.
Q : Quantity Rate
Rate per kg yg dikenakan terhadap kiriman yang berat barangnya di atas 45 Kg.
S : Surcharge
Biaya tambahan untuk beberapa macam kiriman., contohnya jenazah.
R : Reduction Rate
Pembayaran tarif oleh beberapa macam kiriman barang.
Pemberian reduction rate (discount) biasanya terhadap barang kiriman, buku, Koran, majalah.
Reduction rate biasanya penghitungan dari normal rate.
Contoh :
W = (50% x N)
Selain barang barang tersebut di atas yang merupakan reduction rate adalah barang “uncompannied baggage” (UB) yaitu bagasi penumpang yang dikirim sebagai cargo yang terdiri dari keperluan pribadi dan bukan barang dagangan.
Barang yang dikirim sebagai UB harus memnuhi syarat sebagai berikut:
Tiket dari penumpang yang bersangkutan belum digunakan (masih berlaku).
Tujuan barang sama dengan tujuan penumpang.
Nama penumpang (sebagai pengirim) harus sama dengan penerima barang.
Barang tersebut harus diselesaikan urusan pabeannya oleh pengirim dan penerima.
Pengiriman UB tidak boleh dacampur dengan kiriman barang lainnya dalam satu SMU (AWB).
Nomor tiket dan nomor penerbangan dari yang bersangkutan harus ditulis dalam SMU atau AWB.
6.2.2 MIXED CONSIGMENT
Adalah kiriman yang terdiri dari beberapa macam barang yang dibuat dalam satu AWB.
Kiriman semacam ini kemungkinan dapat dikenakan rate class yang berbeda tergantung dari golongan cargo-nya sendiri yang tidak boleh dicampur dalam mixed consignment,
adalah:
valuable goods
Live animal
Human remains
Diplomatic baggage
Unaccompanied baggage
Dangerous goods
Pengiriman barang campuran jumlah berat barang yang dituliskan ke dalam AWB atau SMU boleh diperinci untuk setiap jenis barang.
Terhadap beberapa macam cargo yang ongkos angkutnya mendapat reduksi atau discount sebesar 50% dari N. Jika ternyata W x (50% x N) hasilnya lebih kecil dari minimal charge maka ditetapkan M sebagai minimal charge.
6.2.3 PERHITUNGAN TARIF
Perhitungan Tarif Barang Umum (General Cargo rate)
Tarif minimum = Berat 10 Kg x tarif per kg yang berlaku
Tarif sesuai berat = Actual/volume weight x tarif yang berlaku
Perhitungan Tarif Barang Khusus (Special rate)
Pengenaan tarif barang khusus untuk jenis kargo dibawah ini dihitung dari tarif normal yang berlaku dikalikan dengan surcharge tertentu.
Tarif khusus untuk binatang hidup kecuali ikan hias, benih udang, benih katak, benih ikan (nener), anak ayam dihitung berikut ini:
Tarif minimum = Berat minimum 10 Kg x 200% dari tarif yang berlaku
Tarif sesuai berat = Actual atau volume weight x 200% dari tarif yang berlaku
Ikan hias, benih udang, benih katak, dan benih ikan (nener), anak ayam
Tarif minimum = Berat minimum 10 Kg x 150% dari tarif yang berlaku
Tarif sesuai berat = Actual atau volume weight x 150% dari tarif yang berlaku
Binatang hidup yang dapat dikategorikan kedalam komoditi item nomor 0006/0300 (foodstuff/seafood) seperti; kepiting, udang, siput/keong dan barang yang mudah rusak/busuk tidak dikenakan surcharge dan berlaku tarif sebagai berikut:
Tarif minimum = Berat minimum 10 Kg x tarif yang berlaku
Tarif sesuai berat = Actual atau volume weight x tarif yang berlaku
Untuk ikan kerapu dan labi-labi / kura-kura komoditi no. 1072 dikenakan surcharge dan berlaku tariff sebagai berikut:
Tarif minimum = Berat minimum 10 Kg x tarif yang berlaku
Tarif sesuai berat = Actual atau volume weight x tarif yang berlaku
Perhitungan Tarif Barang Khusus Barang Berharga (Valuable Goods)
Tarif minimum = Berat minimum 10 Kg x 200% dari tarif yang berlaku
Tarif sesuai berat = Actual atau volume weight x 150% dari tarif yang berlaku
Apabila nilai pertanggungan barang (claim) yang diinginkan sesuai dengan nilai / harga barang, maka pengirim wajib melaporkan (declare value) dan dicantumkan kedalam SMU nilai / harga barang pada kolom declare value for carriege.
Setiap pengiriman yang dilaporkan dikenakan valuation charge.
Rumus Valuation Charge :
{DVC - (Actual weight x Rp. 100.000)} x 0.50%
Ket :
DVC = Declared Value for Carriege/nilai yang dipertanggungkan
Rp. 100.000 = max liability (ref peraturan pemerintah no. 40 thn 1995)
Tarif khusus barang berbahaya (dangerous goods)
Tarif minimum = Berat minimum 10 Kg x 200% dari tarif yang berlaku
Tarif sesuai berat = Actual atau volume weight x 150% dari tarif yang berlaku
Tarif khusus jenazah (human remains)
Abu jenazah (cremated)
Tarif minimum = Berat minimum 10 Kg x 200% dari tarif yang berlaku
Tarif sesuai berat = Actual atau volume weight x 200% dari tarif yang berlaku
Jenazah (uncremated)
Tarif sesuai berat = Actual atau volume weight x 200% dari tarif yang berlaku
Kendaraan bermotor/barang-barang yang sebagian terdapat dangerous goods
Tarif sesuai berat = Actual atau volume weight x 200% dari tarif yang berlaku
Heavy cargo
Barang yang beratnya 150 Kg atau lebih per kolinya
Tarif sesuai berat = Actual atau volume weight x 150% dari tarif yang berlaku
Surat kabar atau tabloid dan Press Bulletin Sserta majalah sebagai berikut
Surat kabar/tabloid
Tarif minimum = Berat minimum 10 Kg x 75% dari tarif yang berlaku
Tarif sesuai berat = Berat x 75% dari tarif yang berlaku
Press Bulletin
Tarif inimum = Berat minimum 10 Kg x tarif yang berlaku
Tarif sesuai berat = Berat x 75% dari tarif yang berlaku
Majalah (tidak diberikan reduksi)
Tarif minimum = Berat minimum 10 Kg x tarif yang berlaku
Tarif sesuai berat = Berat x tariff yang berlaku
Organ tubuh manusia
Seperti : kornea mata, jantung, ginjal dibebaskan dari biaya angkut dan hanya dikenakan biaya administtrasi SMU.
Darah / Plasma darah
Tarif minimum = Biaya berat minimum 10 Kg x 50% dari tariff yang berlaku
Tarif sesuai berat = Actual atau volume weight x 50% dari tariff yang berlaku
Pajak Pertambahan Nilai
Daftar tariff kargo yang diumumkan ini belum termasuk pajak pertambahan nilai (PPN). Setiap pengiriman dikenakan PPN sebesar 10% dari total ongkos angkut, tidak termasuk biaya administrasi (SMU).
Biaya dokumen/administrasi SMU
Untuk biaya dokumen/ administrasi SMU / AWB pada pengiriman barang ditentukan oleh masing-masing Airlines.
DAFTAR PUSTAKA
Transportasi Bahan dan/atau Barang Berbahaya dengan Pesawat Udara, oleh Prof. Dr. H. K. Martono , S.H, LLM dan kawan-kawan, terbitan Rajawali Pers PT RAJAGRAFINDO PERSADA.
Manajemen Penanganan Barang-Barang Berbahaya pada Angkutan Udara, Buku Panduan IATA DGR, Edisi Pertama, oleh Wynd Rizaldy, SE dan Muhammad Rifni, SE, terbitan Mitra Wacana Media dan SMTM Trisakti.
Standard Operating Procedure Cargo PT RIAU AIRLINES, Edisi April 05 2010.
The Offering Of Dangeous Goods For Carriage By Air, by Civil Aviation Authority Of New Zealand.
Modul Teknik Penanganan Barang Berbahaya (Dangerous Goods) di Pesawat Udara, oleh Sri Susanti, Dosen PNS dpk pada AKPAR Mataram, Blogs.com
Modul Teknik Penanganan Barang Berbahaya, Diklat Teknis Substantif Spesialisasi Teknik Pemeriksaan, oleh Adang Karyana Syahbana, S.ST dan Ir. Agung Budilaksono, SE, M.M
Blogs.smb2.airport.com, tentang bagan Prosedur Pengiriman Cargo.
Blogs.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/guidance-for-known-consignors.pdf .
Kumpulan Blogs.com tentang Dangerous Goods.